Rabu, Januari 09, 2008

Konsep Gugatan Citizen Lawsuit di Indonesia

Oleh:
Arko Kanadianto, S.H.
[1]

Citizen Lawsuit atau Gugatan Warga Negara terhadap penyelenggara Negara sebenarnya tidak dikenal dalam sistem hukum Civil Law sebagaimana yang diterapkan di Indonesia. Citizen lawsuit sendiri lahir di negara-negara yang menganut sistem hukum Common Law, dan dalam sejarahnya Citizen Lawsuit pertama kali diajukan terhadap permasalahan lingkungan. Namun pada perkembangannya, Citizen Lawsuit tidak lagi hanya diajukan dalam perkara lingkungan hidup, tetapi pada semua bidang dimana negara dianggap melakukan kelalaian dalam memenuhi hak warga negaranya.

Beberapa Kasus Citizen Lawsuit yang cukup dikenal adalah sebagai berikut:
1. Di Amerika Serikat
Gugatan seorang Warga Negara Amerika atas kelalaian Pemerintah dalam melakukan pelestarian terhadap Spesies kelelawar langka di Amerika. Gugatan tersebut dikabulkan dan hasilnya adalah pemerintah Amerika mengeluarkan Act tentang Konservasi kelelawar langka tersebut.

2. Di India
Gugatan seorang Warga Negara India atas kelalaian Pemerintah India dalam melestarikan sungai gangga yang merupakan sungai suci bagi umat hindu. Hasilnya adalah Larangan pemerintah India kepada pabrik-pabrik di sekitar sungai Gangga melakukan pencemaran terhadap sungai.

GAGASAN POKOK CITIZEN LAWSUIT
Citizen Lawsuit pada intinya adalah mekanisme bagi Warga Negara untuk menggugat tanggung jawab Penyelenggara Negara atas kelalaian dalam memenuhi hak-hak warga Negara. Kelalaian tersebut didalilkan sebagai Perbuatan Melawan Hukum, sehingga CLS diajukan pada lingkup peradilan umum dalam hal ini perkara Perdata. Oleh karena itu Atas kelalaiannya, dalam petitum gugatan, Negara dihukum untuk mengeluarkan suatu kebijakan yang bersifat mengatur umum (regeling) agar kelalaian tersebut tidak terjadi lagi di kemudian hari.

Karakteristik dari Gugatan Citizen Lawsuit
Berdasarkan gagasan pokok tersebut, maka dapat dijabarkan karakteristik dari Gugatan Citizen Lawsuit berdasarkan beberapa perkara CLS yang pernah diajukan di Indonesia, adalah sebagai berikut:

1. Tergugat dalam CLS adalah Penyelenggara Negara, Mulai dari Presiden dan Wakil Presiden sebagai pimpinan teratas, Menteri dan terus sampai kepada pejabat negara di bidang yang dianggap telah melakukan kelalaian dalam memenuhi hak warga negaranya. Dalam hal ini pihak selain penyelenggara negara tidak boleh dimasukkan sebagai pihak baik sebagai Tergugat maupun turut tergugat, karena inilah bedanya antara CLS dengan gugatan warga negara. Jika ada pihak lain (individu atau badan hukum) yang ditarik sebagai Tergugat/Turut Tergugat maka Gugatan tersebut menjadi bukan Citizen Lawsuit lagi, karena ada unsur warga negara melawan warga negara. Gugatan tersebut menjadi gugatan biasa yang tidak bisa diperiksa dengan mekanisme Citizen Lawsuit.

2. Perbuatan Melawan Hukum yang didalilkan dalam Gugatan adalah kelalaian Penyelenggara Negara dalam pemenuhan hak-hak warga negara. Dalam hal ini harus diuraikan bentuk kelalaian apa yang telah dilakukan oleh negara dan hak warga negara apa yang gagal dipenuhi oleh Negara. Penggugat harus membuktikan bahwa Negara telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum tersebut, sebagaimana gugatan perdata biasa.

3. Penggugat adalah Warga Negara, yang bertindak mengatasnamakan warga negara. Penggugat dalam hal ini cukup membuktikan bahwa dirinya adalah warga negara Indonesia. Berbeda dengan class action, Penggugat tidak harus merupakan kelompok warga negara yang dirugikan secara langsung oleh negara, oleh karena itu Penggugat tidak harus membuktikan kerugian materiel apa yang telah dideritanya sebagai dasar gugatan, berbeda dengan gugatan perdata biasa. Selain itu Penggugat secara keseluruhan adalah mewakili Warga Negara Indonesia, tidak perlu dipisah-pisah menurut kelompok kesamaan fakta dan kerugian sebagaimana dalam Gugatan Class Action.

4. Gugatan Citizen Lawsuit tidak memerlukan adanya suatu notifikasi Option Out setelah gugatan didaftarkan sebagaimana diatur dalam PERMA tentang Class Action. Dalam prakteknya di Indonesia yg didasarkan pada pengaturan di beberapa negara common law, Citizen Lawsuit cukup hanya dengan memberikan notifikasi berupa somasi kepada penyelenggara Negara. Isi somasi adalah bahwa akan diajukan suatu Gugatan Citizen Lawsuit terhadap penyelenggara Negara atas kelalaian negara dalam pemenuhan hak-hak Warga Negaranya dan memberikan kesempatan bagi negara untuk melakukan pemenuhan jika tidak ingin gugatan diajukan. Pada prakteknya somasi ini harus diajukan selambat-lambatnya 2 bulan sebelum gugatan didaftarkan, namun karena belum ada satupun peraturan formal yang mengatur hal tersebut, maka ketentuan ini tidak berlaku mengikat.

5. Petitum dalam gugatan tidak boleh meminta adanya ganti rugi materiel, karena kelompok warga negara yang menggugat bukan kelompok yang dirugikan secara materiel dan memiliki kesamaan kerugian dan kesamaan fakta hukum sebagaimana gugatan Class Action.

6. Petitum gugatan Citizen Lawsuit harus berisi permohonan agar negara mengeluarkan suatu kebijakan yang mengatur umum (Regeling) agar perbuatan melawan hukum berupa kelalaian dalam pemenuhan hak warga negara tersebut di masa yang akan datang tidak terjadi lagi.

7. Petitum Gugatan Citizen Lawsuit tidak boleh berisi pembatalan atas suatu Keputusan Penyelenggara Negara (Keputusan Tata Usaha Negara) yang bersifat konkrit individual dan final karena hal tersebut merupakan kewenangan dari peradilan TUN.

8. Petitum Gugatan Citizen Lawsuit juga tidak boleh memohon pembatalan atas suatu Undang-undang (UU) karena itu merupakan kewenangan dari Mahkamah Konstitusi (MK). Selain itu Citizen Lawsuit juga tidak boleh meminta pembatalan atas Peraturan perundang-undangan di bawah Undang-undang (UU) karena hal tersebut merupakan kewenangan Mahkamah Agung (MA) sebagaimana kini telah diatur dalam PERMA tentang Judicial Review peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang.

Beberapa kasus gugatan Citizen Law Suit yg pernah didaftarkan di Indonesia:
Gugatan CLS atas nama Munir Cs atas Penelantaran Negara terhadap TKI Migran yg dideportasi di Nunukan. Dikabulkan Majelis Hakim Jakarta Pusat dengan Ketua Majelis Andi Samsan Nganro. Hasilnya adalah UU Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan perlindungan Tenaga Kerja Indonesia. Ini merupakan Gugatan CLS pertama yang muncul di Indonesia.

Gugatan CLS atas kenaikan BBM oleh LBH APIK. Hasilnya Ditolak, bentuk CLS tidak diterima Majelis Hakim PN Jakpus.

Gugatan CLS atas Operasi Yustisi oleh LBH Jakarta. Hasilnya Ditolak, bentuk CLS tidak diterima Majelis Hakim PN Jakarta Pusat.

Gugatan CLS atas penyelenggaraan Ujian Nasional oleh LBH Jakarta. Hasilnya Dikabulkan untuk sebagian, Pemerintah diminta meninjau ulang kebijakan penyelenggaraan Ujian Nasional. Pemerintah saat ini mengajukan banding.

Dari beberapa perkara di atas dapat dilihat bahwa di antara Hakim masih belum ada kesesuaian pendapat mengenai bentuk gugatan Citizen Lawsuit. Beberapa Hakim yang cukup moderate sudah dapat menerima kehadiran bentuk gugatan Citizen Lawsuit ini, namun beberapa Hakim masih tidak menerima bentuk CLS ini karena hingga saat ini memang belum diatur dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, lain halnya dengan Bentuk Gugatan Class Action yang telah di akomodir dalam Peraturan Mahkamah Agung (PERMA).

Namun tidak dipungkiri bahwa dua kasus Citizen Lawsuit yang diterima dan dikabulkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta pusat merupakan suatu pertanda bahwa Gugatan Citizen Lawsuit saat ini telah hadir dan mewarnai sistem peradilan Indonesia.


(Dari Berbagai Sumber)

[1] Penulis memperoleh gelar Sarjana Hukum dari Universitas Indonesia. Di awal karirnya penulis mengabdikan diri sebagai Pekerja Bantuan Hukum di LBH Jakarta dan turut membidani gugatan Citizen Lawsuit mengenai Ujian Nasional (UN). Penulis juga pernah bekerja pada Kantor Hukum Irawan Soetanto dan Rekan, Rasuna Said, Kuningan. Saat ini penulis bekerja pada PT Marga Mandalasakti, Operator Jalan Tol Tangerang – Merak.